Thursday, February 7, 2019

MAKALAH RUANG LINGKUP, KARAKTERISTIK DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN



RUANG LINGKUP, KARAKTERISTIK DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN


Dosen Pengampu: Rahma Diani, M.Pd


Kelompok 2:

1.      Deby Permana                       (1511090022)
2.      Riki Karomatus Sholehah     (1511090242)
3.      Puput Chuswatun h. Can     (1511090235)
4.      Zaqiyatunnisak                      (1511090267)



FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 1439 H /201
Description: D:\sdf.jpgDescription: D:\sdf.jpg7
 



KATA PENGANTAR
        
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ruang Lingkup, Karakteristik Dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran”   yang merupakan salah satu tugas evaluasi pembelajaran dan hasil pembelajaran fisika pada semester V (lima)
Dalam makalah ini penulis sajikan bukan Ruang Lingkup, Karakteristik Dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran  tentang lingkungan seperti pendidikan  dalam satu definisi saja. Hal itu dikarenakan satu definisi saja tidak dapat menjelaskan dengan gamblang mengenai materi itu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi penulis. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.


Bandar Lampung, 20 September 2017






DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii    
BAB 1 PENDAHULUAN
A.     Latar belakang................................................................................................... 1
B.     Rumusan masalah............................................................................................... 2
C.     Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Domain Hasil Belajar.......................................................................................................         .3
B.     Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran.........................       6
C.     Prinsip-prinsip Umum Evaluasi......................................................................... ..7
D.    Jenis Evaluasi Pembelajaran.............................................................................. 10    
E.     Karakteristik Alat Ukur yang Baik................................................................... 13    
F.      Model-model Evaluasi...................................................................................... 17           
G.    Pendekatan Evaluasi......................................................................................... 23    
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru siswa dan keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya.
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, dapat dilihat dari tujuan dan fungsi evaluasi maupun sistem pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, sehingga guru mau tidak mau harus melakukan evaluasi pembelajaran. Melalui evaluasi, Anda dapat melihat tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun individual. Anda juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta ddik, baik yang yang menyangkut domain kognitif, afektif maupun psikomotor.



B.     Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.    Apa Saja Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif domain hasil belajar?
2.    Apa Saja Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran?
3.    Apa Saja  Prinsip-prinsip Umum Evaluasi?
4.    Apa Saja Jenis Evaluasi Pembelajaran?
5.    Bagaimana Karakteristik Alat Ukur yang Baik?
6.    Apa Saja Model-model Evaluasi?
7.    Apa Saja Pendekatan Evaluasi?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Domain Hasil Belajar.
2.      Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran.
3.       Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Umum Evaluasi.
4.       Untuk Mengetahui Jenis Evaluasi Pembelajaran.
5.      Untuk Mengetahui Karakteristik Alat Ukur Yang Baik.
6.      Untuk Mengetahui Model-Model Evaluasi.
7.      Untuk Mengetahui Pendekatan Evaluasi.
  
                                                    

BAB II
PEMBAHASAN



A.    Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Domain Hasil Belajar
Menurut Benyain S. Bloom, dkk (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Domain Kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu :
Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: mendifinisikan, memberikan, mengidentifikasi, meberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih.
Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan duru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus mengubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi     tiga,yaknimenerjemahkan,            menafsirkan, dan mengkstrapolasi.Kata kerja operasional   yang dapat digunakan diantaranya mengubah,mempertahankan, membedakan, mempraktikan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan, dan meningkatkan.
a.       Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya :mengubah, menghitung, mendomanstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
b.      Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk mengurakan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerjas operasional yang dapatdigunakan diantaranya: mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci.
c.       Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengnan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tullisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menggolongkan menggabungkan, memodifikasi, menghimpun, menciptakan, merencanakan, merenkonstruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan
d.      Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kreteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa,sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengkritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenara, menyokong, menafsirkan, menduga
2.      Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi badian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu:
a.       Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peseta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya: menanyakan, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab, menggunakan.
b.      Kemauan menanggapi/ menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
c.       Menila (voluing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik unutk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten.
d.      Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai.
3.      Desain psikomotor (psyhomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang terkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekkurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing yaitu:
a.       Muscular or motor skill, yang meliputi : mempertahankan gerak, menunjukkan hasil, melompat, mnggerakkan, menampilkan.
b.      Manipulasion of materials, yang meliputi : mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
c.       Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan.
Berdasarkan taksonomi Bloom di atas, maka kemampuan peserta didik dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kemampuan tingkat rendah terdiri atas pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedangkan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan kreatifitas.
B.     Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran
Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, guru dan peserta didik serta sistem penilaian itu sendiri. Secara keseluruhan, ruang lingkup evaluasi pembelajaran adalah :
1.      Program pembelajaran yang meliputi :
a.       Tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar, yaitu target yang harus dikuasai peserta didik dalam setiap pokok bahasa/topik. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar ini adalah keterkaitannya dengan tujuan kutikuler atau standar kompetensi dari setiap bidang studi/mata pelajaran dan tujuan kelembagaan, kejelasan rumusan kompetensi dasar, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik , pengembangannya dalam bentuk hasil belajar dan indikator, penggunaan kata kerja operasional dalam indikator, dan unsur-unsur penting dalam komptensi dasar, hasil belajar dan indikator.
b.      Isi/materi pembelajaran, yaitu isi kurikulum yang berupa topik atau pokok bahasan dan sub topik atau pokok bahasan beserta rinciannya dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran.
c.       Metode pembelajaran, yaitu cara guru menyampaikan materi pembelajaran, seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah dan sebagainya.
d.      Media pembelajaran, yaitu alat-alat yang membantu untuk mempermudah guru dalam menyampaikan isi atau materi pelajaran.
e.       Sumber belajar, yaitu mliputi : pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar.
f.       Lingkungan, terutama lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga.
g.      Penilaian proses dan hasil belajar, baik yang menggunakan tes maupun nontes.
2.      Proses pelaksanaan pembelajaran :
a.       Kegiatan, yang meliputi: jenis kegiatan, prosedur pelaksanaan setiap jenis kegiatan, sarana pendukung, efektifitaas dan efesienssi.
b.      Guru, terutama dalam hal : menyampaikan materi, kesulitan-kesulitan guru, menciptaaakan suasana pembelajaran yang kondusif, meenyiapkan alat-alat dan perlengkapan yang diprlukan, membimbing peserta didik, menggunakan teknik penilaian, menerapkan disiplin kelas.
c.       Peserta didik, terutama dalam hal : para pesertaa didik dalam kegiatan belajar dan bimbingan, memahami jenis kegiatan, mengerjakan tugas-tugas, perhatian, keaktifan, mottivasi.
3.      Hasil pembelajaran, baik untuk jangka pendek (sesuai dengan pencapaian indikator), jangka menengah (sesuai dengan taarget untuk setiap bidang studi), dan jangka panjang (setelah peserta didik terjun ke masyaarakat).
C.    Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Proses dan Hasil Belajar.
1.   Sikap :
a.    Apakah sikap peserta didik sudah sesuai dengan apa yang diharapkan ?
b.   Bagaimanakah sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, orang tua, suasana madrasah, lingkungan, metoda dan media pembelajaran ?
c.    Bagaimana sikap dan tanggung jawab peserta didik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru di madrasah ?
d.   Bagaimana sikap peserta didik terhadap tata tertib madrasah dan kepemimpinan kepala madrasah ?
2.   Pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran :
a.       Apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami tugas-tugasnya sebagai warga negara, warga masyarakat, warga madrasah, dan sebagainya ?
b.      Apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami tentang materi yang telah diajarkan ?
c.       Apakah peserta didik telah mengetahui dan mengerti hukum-hukum atau dalil-dalil dalam Al-Alquran dan Hadits ?
3.   Kecerdasan peserta didik :
a.       Apakah peserta didik sampai taraf tertentu sudah dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, khususnya dalam pelajaran ?
b.      Bagaimana upaya guru meningkatkan kecerdasan peserta didik ?
4.   Perkembangan jasmani/kesehatan :
a.       Apakah jasmani peserta didik sudah berkembang secara harmonis ?
b.      Apakah peserta didik sudah mampu menggunakan anggota-anggota badannya dengan cekatan ?
c.       Apakah peserta didik sudah memiliki kecakapan dasar dalam olahraga ?
d.      Apakah prestasi peserta didik dalam olahraga sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan ?
e.       Apakah peserta didik sudah dapat membiasakan diri hidup sehat ?
5.   Keterampilan :
a.       Apakah peserta didik sudah terampil membaca Al-Quran, menulis dengan huruf Arab, dan berhitung ?
b.      Apakah peserta didik sudah terampil menggunakan tangannya untuk menggambar, olah raga, dan sebagainya ?
           Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 terdapat empat komponen pokok, yaitu kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasis kelas, kegiatan belajar-mengajar, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Dalam komponen kurikulum dan hasil belajar, setiap mata pelajaran terdapat tiga komponen penting, yaitu kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator pencapaian hasil belajar.
           Kompetensi dasar merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu pokok bahasan atau topik mata pelajaran tertentu. Kompetensi menentukan apa yang harus dilakukan peserta didik untuk mengerti, menggunakan, meramalkan, menjelaskan, mengapresiasi atau menghargai. Kompetensi adalah gambaran umum tentang apa yang dapat dilakukan peserta didik. Bagaimana cara menilai seorang peserta didik sudah meraih kompetensi tertentu secara tidak langsung digambarkan di dalam pernyataan tentang kompetensi. Sedangkan rincian tentang apa yang diharapkan dari peserta didik digambarkan dalam hasil belajar dan indikator.
           Dengan demikian, hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan peserta didik. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, dan kerumitan (secara bergradasi). Hasil belajar harus digambarkan secar jelas dan dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Perbedaan antara kompetensi dengan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja peserta didik yang dapat diukur.
           Indikator hasil belajar dapat digunakan sebagai dasar penilaian terhadap peserta didik dalam mencapai pembelajaran dan kinerja yang diharapkan. Indikator hasil belajar merupakan uraian kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam berkomunikasi secara spesifik serta dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. Peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang sudah mereka kembangkan selama pembelajaran dan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sudah ditentukan. Selama proses ini, guru dapat menilai apakah peserta didik telah mencapai suatu hasil belajar yang ditunjukkan dengan pencapaian beberapa indikator dari hasil belajar tersebut. Apabila hasil belajar peserta didik dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, berarti peserta didik tersebut telah mencapai suatu kompetensi.

D. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Berbasis Kelas.
Sesuai dengan petunjuk pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2004), maka ruang lingkup penilaian berbasis kelas adalah sebagai berikut :
1.      Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar ini merupakan standar kompetensi minimal mata pelajaran. Kompetensi dasar merupakan bagian dari kompetensi tamatan. Untuk mencapai kompetensi dasar, perlu adanya materi pembelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Bertitik tolak dari materi pelajaran inilah dikembangkan alat penilaian
2.      Kompetensi Rumpun Pelajaran
Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata pelajaran atau disiplin ilmu yang lebih spesifik. Dengan demikian, kompetensi rumpun pelajaran pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfeksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran tersebut. Misalnya, rumpun mata pelajaran Sains merupakan kumpulan dari disiplin ilmu Fisika, Kimia dan Biologi. Penilaian kompetensi rumpun pelajaran dilakukan dengan mengukur hasil belajar tamatan. Hasil belajar tamatan merupakan ukuran kompetensi rumpun pelajaran.
Hasil belajar mencerminkan keluasan dan kedalaman serta kerumitan kompetensi yang dirumuskan dalam pengetahuan, perilaku, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat diukur dengan menggunakan berbagai teknik penilaian. Perbedaan hasil belajar dan kompetensi terletak pada batasan dan patokan-patokan kinerja peserta didik yang dapat diukur. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indicator. Anda harus menggunakan indikator sebagai acuan penilaian terhadap peserta didik, apakah hasil pembelajaran sudah tercapai sesuai dengan kinerja yang diharapkan. Setiap rumpun pelajaran menentukan hasil belajar tamatan yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan alat penilaian pada setiap kelas.
3.      Kompetensi Lintas Kurikulum
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi yang harus dicapai melalui seluruh rumpun pelajaran dalam kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, baik mencakup kecakapan belajar sepanjang hayat maupun kecakapan hidup yang harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan. Penilaian ketercapaian kompetensi lintas kurikulum ini dilakukan terhadap hasil belajar dari setiap rumpun pelajaran dalam kurikulum.
Kompetensi lintas kurikulum yang diharapkan dikuasai peserta didik adalah :
a.       Menjalankan hak dan kewajiban secara bertanggungjawab terutama dalam menjamin perasaan aman dan menghargai sesama.
b.       Menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
c.       Memilih, memadukan dan menerapkan konsep-konsep dan tekni-teknik numeric dan spasial, serta mencari dan menyusun pola, struktur dan hubungan.
d.      Menemukan pemecahan masalah-masalah baru berupa prosedur maupun produk teknologi melalui penerapan dan penilaian pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari, serta memilih, mengembangkan, memanfaatkan, mengevaluasi, dan mengelola teknologi komunikasi/ informasi
e.       Berpikir kritis dan bertindak secara sistematis dalam setiap pengambilan keputusan berdasarkan pemahaman dan penghargaan terhadap dunia fisik, makhluk hidup, dan teknologi.
f.       Berwawasan kebangsaan dan global, terampil serta aktif berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi dengan pemahaman terhadap nilai-nilai dan konteks budaya, geografi dan sejarah.
g.      Beradab, berbudaya, bersikap religius, bercitarasa seni, susila, kreatif dengan menampilkan dan menghargai karya artistik dan intelektual, serta meningkatkan kematangan pribadi.
h.      Berpikir terarah/terfokus, berpikir lateral, memperhitungkan peluang dan potensi, serta luwes untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
i.        Percaya diri dan komitmen dalam bekerja, baik secara mandiri maupun bekerjasama.
4.      Kompetensi Tamatan
Kompetensi tamatan merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi tamatan ini merupakan batas dan arah kompetensi yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran suatu pelajaran tertentu. Untuk meluluskan tamatan diperlukan kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan suatu jenjang madrasah dapat dijabarkan dari visi dan misi yang ditetapkan madrasah. Acuan untuk merumuskan kompetensi lulusan adalah struktur keilmuan mata pelajaran, perkembangan psikologi peserta didik, dan persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan (jenjang madrasah selanjutnya dan atau dunia kerja).
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh lulusan atau tamatan madrasah dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Berkenaan dengan aspek afektif, peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, memiliki nilai-nilai etika dan estetika, serta mampu mengamalkan dan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari, memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam lingkup nasional maupun global.
b. Berkenaan dengan aspek kognitif, peserta didik dapat menguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
c. Berkenaan dengan aspek psikomotorik, peserta didik memiliki keterampilan berkomunikasi, keterampilan hidup, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam, baik lokal, regional, maupun global; memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.
5. Pencapaian Keterampilan Hidup
Penguasaan berbagai kompetensi dasar, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun pelajaran dan kompetensi tamatan melalui berbagai pengalaman belajar dapat memberikan efek positif (nurturan effects) dalam bentuk kecakapan hidup (life skills). Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar ini, juga perlu Anda nilai sejauhmana kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kehidupannya di lingkungan keluarga, madrasah dan masyarakat. Jenis-jenis kecakapan hidup yang perlu Anda nilai antara lain :
a.       Keterampilan diri (keterampilan personal) yang meliputi : penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME, motivasi berprestasi, komitmen, percaya diri, dan mandiri.
b.      Keterampilan berpikir rasional, yang meliputi : berpikir kritis dan logis, berpikir sistematis, terampil menyusun rencana secara sistematis, dan terampil memecahkan masalah secara sistematis.
c.       Keterampilan sosial, yang meliputi : keterampilan berkomunikasi lisan dan tertulis; keterampilan bekerjasama, kolaborasi, lobi; keterampilan berpartisipasi; keterampilan mengelola konflik; dan keterampilan mempengaruhi orang lain.
d.      Keterampilan akademik, yang meliputi : keterampilan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah; keterampilan membuat karya tulis ilmiah; keterampilan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan masalah, baik berupa proses maupun produk.
e.       Keterampilan vokasional, yang meliputi : keterampilan menemukan algoritma, model, prosedur untuk mengerjakan suatu tugas; keterampilan melaksanakan prosedur; dan keterampilan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang telah dipelajari.
Secara keseluruhan, Anda dapat melihat ruang lingkup evaluasi pembelajaran pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1 : Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran

E.     Karakteristik Alat Ukur yang Baik
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, dapat dilihat dari tujuan dan fungsi evaluasi maupun sistem pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, sehingga guru mau tidak mau harus melakukan evaluasi pembelajaran. Melalui evaluasi, Anda dapat melihat tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun individual. Anda juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta ddik, baik yang yang menyangkut domain kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran. Setelah Anda memahami pentingnya evaluasi dalam kegiatan pembelajaran di madrasah, tentunya Anda juga perlu tahu apa karakteristik dari alat ukur yang baik.
Pemahaman tentang alat ukur ini menjadi penting karena dalam praktik evaluasi atau penilaian di madrasah, pada umumnya guru melakukan proses pengukuran. Dalam pengukuran tentu harus ada alat ukur (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun nontes. Alat ukur tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memenuhi syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsinya, dan hanya mengukur sampel prilaku tertentu. Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional”.
1. Valid, artinya suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur matapelajaran Ilmu Fiqih, maka alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari Ilmu Fiqih, tidak boleh dicampuradukkan dengan materi pelajaran yang lain. Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity), dan validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain-lain. Penjelasan tentang validitas ini dapat Anda baca uraian modul berikutnya.
2. Reliabel, artinya suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau
mendekati sama, maka dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi.
3. Relevan, artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan ukur juga harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak relevan.
4. Representatif, artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak.
5. Praktis, artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.
6. Deskriminatif, artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur, maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.
7. Spesifik, artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.
8. Proporsional, artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes maupun non-tes.
      

Dalam buku Succesful Teaching karangan J.Mursell yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh J. Mursell dan S.Nasution (tanpa tahun : 23) dikemukakan bahwa ciri-ciri evaluasi yang baik adalah “evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar”.
1. Evaluasi dan hasil Langsung.
Dalam proses pembelajaran, guru sering melakukan kegiatan evaluasi, baik ketika proses pembelajaran sedang berlangsung maupun ketika sesudah proses pembelajaran selesai. Jika evaluasi diadakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, maka guru ingin mengetahui keefektifan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran selesai, berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.
2. Evaluasi dan transfer.
Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah kemungkinan mentransfer hasil yang dipelajari ke dalam situasi yang fungsional. Dasar pemikiran ini merupakan asas psikologis yang logis dan rasional. Peserta didik tidak dapat disebut telah menguasai ilmu tajwid (misalnya), jika ia belum dapat menggunakannya dalam membaca Al-Qur’an. Apabila suatu hasil belajar tidak dapat ditransfer dan hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu hasil belajar dapat ditransfer kepada penggunaan yang aktual, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar otentik. Jadi, evaluasi yang baik harus mengukur hasil belajar yang otentik dan kemungkinan dapat ditransfer.
3. Evaluasi langsung dari proses belajar.                 
Di samping harus mengetahui hasil belajar, Anda juga harus menilai proses belajar. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar dapat diorganisasi sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Anda dapat mengetahui proses apa yang dilalui peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, apakah peserta didik dalam mempelajari Al-Qur’an cukup sekedar membaca beberapa ayat Al-Qur’an ataukah ia membaca seluruh ayat Al-Qur’an untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah kehidupan. Apakah dalam praktik ibadah, peserta didik cukup hanya melatih gerakan-gerakan sholat atau menganalisis praktik sholat dan mencari hubungannya dengan ti

  ngkah laku sehari-hari, mendiskusikan manfaat sholat dengan teman-temannya, dan mencari situasi-situasi yang nyata yang dapat menggunakan fungsi sholat itu.
       Seorang peserta didik tidak dapat belajar dengan baik, karena ia tidak menggunakan konteks yang baik. Ia tidak menggunakan bermacam-macam sumber dan tidak menggunakan situasi-situasi yang konkrit. Peserta didik tidak dapat belajar dengan baik, karena tidak mempunyai fokus tertentu, misalnya tidak melihat masalah-masalah pokok yang harus dipecahkannya, atau mungkin pula tidak sesuai dengan bakat dan minatnya (individualisasi) serta tidak mendiskusikannya dengan orang lain (sosialisasi). Dalam evaluasi pembelajaran, Anda jangan terfokus kepada hasil belajar saja, tetapi juga harus memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang dijalani oleh peserta didik.

F. Model-model Evaluasi
Pada tahun 1949, Tyler pernah mengemukakan model evaluasi black box. Model ini banyak digunakan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan evaluasi. Studi tentang evaluasi belum begitu menarik perhatian orang banyak, karena kurang memiliki nilai praktis. Baru sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai berdiri sendiri menjadi salah satu program studi di perguruan tinggi, tidak hanya di jenjang sarjana (S.1) dan magister (S.2) tetapi juga pada jenjang doktor (S.3). Sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan Cowley, misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangkan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik. Dalam model tersebut, pengukuran dan tes masih sangat dominan, sekalipun tidak lagi diidentikkan dengan evaluasi. Penggunaan disain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan model evaluasi.
Perkembangan lain yang menarik dalam model evaluasi ini adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton (1980) disebut paradigm of choice. Walaupun usaha ini tidak melahirkan model dalam pengertian terbatas tetapi memberikan alternatif baru dalam melakukan evaluasi.
Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said Hamid Hasan (2009) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut :
1. Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : model Tyler, model teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro.
2. Model evaluasi kualitatif, yang meliputi : model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin AJ (2007 : 24) membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu :
a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
c. Formatif Sumatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven
d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
f. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.
g. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam.
h. Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus.            
Ada juga model evaluasi yang dikelompokkan Nana Sudjana dan R.Ibrahim (2007 : 234) yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama, yaitu “measurement, congruence, educational system, dan illumination”. Dari beberapa model evaluasi di atas, beberapa diantaranya akan dikemukakan secara singkat sebagai berikut :
1. Model Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran.
Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin validitas ini maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan disain eksperimen. Model Tyler disebut juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian, apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. Dimensi proses ini dianggap sebagai kotak hitam yang menyimpan segala macam teka-teki. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu :
a. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi.
b. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan.
c. Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
2. Model yang Berorientasi pada Tujuan
Model evaluasi ini menggunakan kedua tujuan tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran hinggamana tujuan pembelajaran telah tercapai. Model ini banyak digunakan oleh guru-guru karena dianggap lebih praktis untuk menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian, terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu Anda merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat diobservasi (observable) dan dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi lebih praktis dan simpel.
Model ini dapat membantu Anda menjelaskan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung kepada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
3. Model Pengukuran
Model pengukuran (measurement model) banyak mengemukakan pemikiran-pemikiran dari R.Thorndike dan R.L.Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Anda dapat menggunakan model ini untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap.
4. Model Kesesuain (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, and Lee J.Cronbach)
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi dapat Anda gunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Berdasarkan konsep ini, Anda perlu melakukan pre and post-testOleh sebab itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (PAP).
5. Educational System Evaluation Model (Daniel L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus)
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah kriteria, baik yang bersifat mutlak/interen maupun relatif/eksteren.
Tujuannya membantu kepala madrasah dan guru di dalam membuat keputusan. Evaluasi diartikan sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan
6. Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Jika model measurement dan congruence lebih berorientasi pada evaluasi kuantitatif-terstruktur, maka model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka (open-ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam konteks madrasah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Model ini lebih banyak menggunakan judgment. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan sistem pembelajaran, proses pelaksanaan sistem pembelajaran, hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem pembelajaran itu sendiri. Pendekatan yang digunakan lebih menyerupai pendekatan yang diterapkan dalam bidang antropologi sosial, psikiatri, dan sosiologi. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standard, melainkan bersifat fleksibel dan selektif. Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga fase evaluasi yang harus Anda tempuh, yaitu : observe, inquiry further, dan seek to explain.
7. Model Responsif
Sebagaimana model illuminatif, model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda.
Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannya antara lain (1) pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi (2) tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok (3) membutuhkan waktu dan tenaga.


G.    Pendekatan Evaluasi
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu. Dengan demikian, pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation. Lihat gambar berikut ini.
Pendekatan Evaluasi Pembelajaran Komponen Pembelajaran Penafsiran   Hasi Evaluasi Pendekatan Tradisional Pendekatan Sistem Criterion-Referenced evaluation Norm-Referenced Evaluation.

Rounded Rectangle: Pendekatan Tradisional 
 










Gambar
Pendekatan Evaluasi Pembelajaran76 | Evaluasi Pembelajaran Modul 2
1. Pendekatan tradisional
     Pendekatan ini berorientasi kepada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di madrasah yang ditujukan kepada perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap kurang mendapat perhatian yang serius. Peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan kepada komponen produk saja, sementara komponen proses cenderung diabaikan.
      Hasil kajian Spencer cukup memberikan gambaran betapa pentingnya evaluasi pembelajaran. Ia mengemukakan sejumlah isi pendidikan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk merumuskan tujuan pendidikan secara komprehensif dan pada gilirannya menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi. Namun demikian, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan sistem evaluasi di madrasah karena bertentangan dengan tradisi yang selama ini sudah berjalan. Misalnya, ada tradisi bahwa target kuantitas kelulusan setiap madrasah harus di atas 95 %, begitu juga untuk kenaikan kelas. Ada juga tradisi bahwa dalam mata pelajaran tertentu nilai peserta didik dalam buku rapot harus minimal enam. Seharusnya, kebijakan evaluasi lebih menekankan kepada target kualitas yaitu kepentingan dan kebermaknaan pendidikan bagi anak
2. Pendekatan sistem
      Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Jika pendekatan sistem dikaitkan dengan evaluasi, maka pembahasan lebih difokuskan kepada komponen evaluasi, yang meliputi : komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan komponen produk. Dalam bahasa Stufflebeam disingkat CIPP, yaitu context, input, process dan pruduct. Komponen-komponen ini harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara sistematis.
      Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya menyentuh komponen produk saja, yaitu perubahan perilaku apa yang terjadi pada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan ini tentu tidak salah, hanya tidak sistematis. Padahal, Anda juga tahu bahwa hasil belajar tidak akan ada bila tidak melalui proses, dan proses tidak bisa berjalan bila tidak ada masukan dan guru yang melaksanakan.

  Dalam literatur modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan patokan (criterion-referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (norm-referenced evaluation). Artinya, setelah Anda memperoleh skor mentah dari setiap peserta didik, maka langkah selanjutnya adalah mengubah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan tertentu.| 77 Evaluasi Pembelajaran Ruang Lingkup, Karakteristik dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran .
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
   Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika Anda ingin menggunakan pendekatan ini, berarti Anda harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh guru. Anda juga dapat menggunakan langkah-langkah tertentu untuk menggunakan PAP, seperti menentukan skor ideal, mencari rata-rata dan simpangan baku ideal, kemudian menggunakan pedoman konversi skala nilai. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi atau penilaian formatif yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran.
     Umumnya, seorang guru yang menggunakan PAP sudah dapat menyusun pedoman konversi skor menjadi skor standar sebelum kegiatan evaluasi dimulai. Oleh sebab itu, hasil pengukuran dari waktu ke waktu dalam kelompok yang sama atau berbeda dapat dipertahankan keajegannya. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
     Salah satu perbedaan PAP dengan PAN adalah penggunaan tolak ukur hasil/skor sebagai pembanding. Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Makna nilai dalam bentuk angka maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika Anda sudah menyusun pedoman konversi skor untuk suatu kelompok, maka pedoman itu hanya berlaku untuk kelompok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda. Untuk memahami kedua pendekatan evaluasi atau penilaian tersebut di atas, silahkan Anda membaca modul berikutnya.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas system pembelajaran. Kedudukan dan pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, baik dilijat dari tujuan dan fungsi maupun system pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat diketahui melalui evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran data diketahui aakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun perseorangan. Guru juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta didik, baik yang menyangkut dominan kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran. Studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said Hamid Hasan (1988) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut:
1.      Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model teoretik Taylor dan Maguire, model pendekatan system Alkin, Model Counternance Stake, model CIPP, dan ekenomi mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, iluminatif dan model responsive.
3.      Model ekonomi mikro, model ini pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro memiliki focus utama pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar, dan hasil yang diperkirakan).
 Zainal Arifin memaparkan beberapa model-model evaluasi diantaranya adalah:
1.      Model Tyler                                       
2.      Model yang berorientasi pada tujuan
3.      Model Pengukuran
4.      Model Kesesuaian (Ralph W. Tyler, John B. Carrol, and Lee J. Cronbach)
5.      Educational system evaluation model (Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus)
6.      Model Alkin
7.      Model Brinkerhoff
8.      Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
9.      Model Responsif

Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu. Dengan demikian, pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem.






DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Achmad. (2007). Evaluasi Pembelajaran. Semarang: UNNES Press

Said Hamid Hasan, Evaluasi kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 223.

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 69.



 



No comments:

Post a Comment